Mungkin
ini merupakan lembaran hitam bagi sejarah para pemimpin Islam di Indonesia.
Ketika mereka kehilangan saja’ah (keberanian) menegaskan dirinya sebagai
seorang mukmin dan muslim secara terang (jahr) di depan umum.
Mereka
ramai-ramai menyembunyikan indentitasnya sebagai mukmin dan muslim. Mereka
bukan hanya malu, tetapi mereka dihinggapi rasa takut, dan tidak adanya saja’ah.
Sehingga umat menjadi ragu dan sangsi terhadap mereka. Siapa sejatinya mereka
ini?
Mereka
bukan hanya berpirau, ketika seharusnya menegaskan jati dirinya, tetapi mereka
melepaskan semua keterkaitannya dengan Islam. Seakan mereka bukan seorang
mukmin, muslim, dan pemimpin Islam. Mereka benar-benar menyembunyikan jati
dirinya, identitasnya, dan segala keterkaitannya dengan Islam.
Para
pemimin dan tokoh Islam itu, lebih senang dan bangga, bila dirinya dikenal atau
difahami oleh kalayak sebagai tokoh atau pemimpin yang sama sekali tidak
memiliki keterkaitan dengan Islam. Mereka lebih senang bila disebut sebagai
tokoh yang tasamuh (toleran) atau sebagai pemimpin nasionalis, pluralis,
demokratis, dan liberalis.
Para
pemimpin dan tokoh Islam itu, mereka sangat takut bila dirinya dicap atau
diberi lebel sebagai "ushulliyyun" (fundamentalis).
Karena dengan lebelling seperti itu, mengakibatkan tidak dapat
diterimanya mereka oleh berbagai kalangan. Bahkan, ada seorang pemimpin
dan tokoh yang menyatakan "baju Islam" sebagai "baju
yang sempit", karena itu ditinggalkannya segala yang memiliki konotasi
dengan Islam.
Para
pemimpin dan tokoh Islam itu, sering membuat pernyataan yang menolak dan
menentang nilai-nilai Islam, sebagai sistem kehidupan yang bersifat asas dengan
terang-terangan. Mereka memilih sistem dan hukum kufur buatan manusia.
Sepertinya mereka tidak pernah mengenal Islam. Mereka dengan terbuka menapikan
prinsip-prinsip (mabda’) Islami. Memuji dan mengagungkan hukum dan
prinsip-prinsip buatan manusia yang bersifat kufur dan bathil.
Para
pemimpin dan tokoh Islam itu, mereka tak berani lagi melakukan nahi munkar.
Membiarkan kemunkaran berkembang di mana-mana. Karena mereka menolak syariah
Islam, dan hanya mengacu hukum dan aturan buatan manusia, yang
terang-terangan memberontak terhadap hukum yang diciptakan Allah Azza Wa Jalla.
Hilangnya
panutan dan tauladan dari para pemimpin dan tokoh Islam, yang benar-benar komit
dan berpegang teguh pada asas dan prinsip-prinsip (mabda’) Islam,
mengakibatkan semakin jauhnya umat dari Islam. Umat Islam seperti anak ayam
yang kehilangan induk semangnya.
Pemimpin
dan tokoh Islam yang mula-mula dianggap lurus, dan memiliki saja’ah dalam
membela dan menegakkan Islam dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar, tiba-tiba
berubah sikap dan menjadi “anshorut thogut”, bukan menjadi pembela diennullah
(agama Allah), tetapi menjadi pembela kemunkaran dan kebathilan, serta menjauhi
hukum-hukum dan aturan Allah Rabbul Alamin.
Padahal,
Islam adalah dien yang di wahyukan oleh Allah Ta’ala kepada para utusan-Nya
yang tidak ada campur tangan sedikitpun dari manusia. Ia tegak diatas ajaran
tauhid murni, maka Islam merupakan dien yang lurus dan bersih dari kebathilan
dan kekurangan.
Para
Rasul diutus kepada umat manusia oleh Allah Ta’ala, hanya mempunyai dua misi
yang agung, yaitu mengajak seluruh manusia beribadah semata kepada Allah Rabbul
Alamin, dan menjauhi thogut. Konsekwensi beribadah kepada Allah Ta’ala semata,
maka secara aksiomatik akan menjauhi thogut.
Hari
ini kita menyaksikan banyaknya pemimpin dan tokoh Islam palsu. Mereka
mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin dan tokoh umat, tetapi disisi lainnya,
mereka justru memberikan wala’nya (loyalitas) kepada musuh-musuh Allah, kepada thogut, dan menolak segala
Keagungan dan Kemahakuasaan Allah, serta hukum-hukum-Nya.
Mereka
berlindung, meminta pertolongan, dan meminta rezeki kepada thogut. Karena itu,
mereka tak memiliki kemuliaan sedikitpun dihadapan manusia, dan dihadapan Allah
Rabbul Alamin. Mereka tidak memiliki izzah, dan menjadi sangat hina dihadapan
musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam dicabut rasa takutnya, dan rasa takut itu
ditimpakan kepada para pemimpin dan tokoh Islam.
Bukti
sejarah sampai hari ini, menunjukkan bahwa sejak manusia hidup dibawah sistem
buatan manusia, seperti kapitalis, sosialis, komunis, liberalis, dan lainnya,
mereka tak henti-hentinya ditimpa kemalangan, kesengsaraan, kenestapaan, serta
penderitaan. Mereka menyangka sistem dan nilai buatan manusia itu dapat
membahagiakan mereka, tetapi justru menghancurkan kehidupan mereka.
Para
pemimpin dan tokoh Islam, seharusnya memahami kondisi sekarang ini secara
global. Di mana seluruh ideologi dan sistem yang ada telah gagal, dan tidak
lagi berpikir tentang ideologi ciptaan manusia, yang nyata-nyata bathil,
syirik, dan meninggalkannya. Serta tidak perlu lagi takut menyatakan
komitmennya dan ketundukkan terhadap nilai-nilai dan prinsip (mabda')
Islam.
Firman
Allah :
“Wahai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan
menolongmu, dan akan meneguhkan kedudukanmu". (QS : Muhammad 7)
Jadi,
kewajiban setiap pemimpin, tokoh, dan orang-orang mukmin, hanyalah membela
agama Allah, dan pasti Allah akan membela mereka. Bukan justru takut dan malu,
atau sudah tidak ada lagi jiwa saja’ah, ketika Allah Azza Wa Jalla, memberikan
kenikmatan berupa kekuasaan, kemudian menjauh dari dienullah.
Kewajiban
orang-orang mukmin dan muslim, ketika menjumpai para pemimin dan tokoh Islam
palsu, maka jauhi dan tinggalkanlah, jangan lagi hiraukan ucapan dan
seruannya. Karena hanya akan membawa kemudharatan belaka. Wallahu’alam.
0 komentar:
Posting Komentar