Dalam pengelolaan
sebuah organisasi, hal yang
sangat perlu menjadi fokus perhatian adalah prinsip-prinsip yang harus
dijadikan pola dasar sebuah organisasi,
kehadirannya semakin menjadi sebuah kebutuhan kalau pelaksanaan kegiatan selalu
ada tuntutan kerja secara kolektifitas.
Oleh karena
prinsip-prinsip tersebut menjadi acuan untuk terlaksananya program-program
kegiatan (rencana kerja) dalam rangka tercapainya tujuan organisasi itu
sendiri.
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, dikatakan bahwa prinsip adalah dasar berfikir,
bertindak dan sebagainya.[1]
Menurut Max Weber sebagaimana dikutip oleh Ibnu
Syamsi bahwa prinsip organisasi
adalah:
1.
Semua
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi harus didasarkan
keahlian, sehingga pemegang jabatan mampu menjalankan tugas dengan baik.
2.
Pelaksanaan
tugas pekerjaan harus sesuai dengan kebijaksanaan, peraturan dan prosedurnya.
3.
Setiap
pelaksanaan tugas pekerjaan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada atasan
melalui mata rantai tingkat unit dalam organisasi.
4.
Semua
keputusan harus diambil secara formal dan tidak ada pertimbangan yang bersifat
pribadi.
5.
Hal-hal
yang menyangkut bidang kepegawaian harus didasarkan pada sistem kecakapan (Merit Sistem).[2]
Pemahaman
keperilakuan demikian dapat terwujud, menurut Sondang P. Siagian dengan
mendalami lima belas prinsip organisasi, sebagaimana berikut ini, yakni:
1.
Kejelasan
tujuan yang ingin dicapai.
2.
Pemahaman
tujuan oleh para anggota organisasi.
3.
Penerimaan
tujuan oleh para anggota organisasi.
4.
Adanya
kesatuan arah.
5.
Kesatuan
perintah.
6.
Fungsionalisasi.
7.
Deliniasi
berbagai tugas.
8.
Keseimbangan
antara wewenang dan tanggungjawab.
9.
Pembagian
tugas.
10.
Kesederhanaan
struktur.
11.
Pola
dasar organisasi yang relatif permanen.
12.
Adanya
pola pendelegasian wewenang.
13.
Rentang
pengawasan.
14.
Jaminan
pekerjaan.
15.
Keseimbangan
antara jasa dan imbalan.[3]
Dari sejumlah
prinsip-prinsip organisasi yang telah dikemukakan di atas, penulis ingin lebih
memperjelas dengan merujuk kepada pandangan beberapa ahli sebagai berikut:
1.
Kejelasan
tujuan yang ingin dicapai.
Menurut
Ibnu Syamsi bahwa, tujuan harus terinci dan jelas, termasuk juga jelas
batas-batasnya, perumusan tujuan tersebut dalam prakteknya dijabarkan pada
tugas pokok.[4]
A.S. Wahyudi bahwa penentuan tujuan sangat penting
dilakukan agar langkah-langkah yang hendak dilakukan menjadi terarah (tidak
tersesat) akhirnya dapat melakukan
efesiensi dalam pelaksanaannya.[5]
Oleh karena
merupakan landasan dan arah setiap kegiatan organisasi. Tujuan merupakan
landasan untuk menentukan kebijaksanaan
organisasi, dalam membentuk
struktur yang akan dicapai, tata kerja
serta aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Perumusan tujuan harus jelas, menurut
Djatmiko artinya bahwa tujuan ini harus
dipahami dan diterima oleh semua pihak.[6]
2.
Pemahaman
tujuan oleh para anggota organisasi.
Persoalan yang termasuk penting dalam hal ini adalah adanya tujuan yang dapat dipahami oleh setiap orang dalam organisasi,
berhubung karena tujuan dapat dipahami,
pada gilirannya akan memudahkan tujuan organisasi tersebut akan diterima.
Menurut Sodang P. Siagian, dinyatakan dengan
cara lain, yakni Persoalan yang termasuk
penting dalam hal ini adalah adanya
tujuan yang yang jelas dan dapat dipahami oleh setiap orang dalam organisasi,
berhubung karena tujuan yang
jelas dan dapat dipahami, pada gilirannya akan memudahkan tujuan organisasi
tersebut akan diterima Persoalan yang
termasuk penting dalam hal ini adalah
adanya tujuan yang jelas dan dapat dipahami oleh setiap orang dalam organisasi,
berhubung karena tujuan yang
jelas dan dapat dipahami, pada gilirannya akan memudahkan tujuan organisasi
tersebut akan diterima harus terjadi harmonisasi antara tujuan-tujuan pribadi
dari setiap anggota organisasi dengan tujuan organisasi bersangkutan.
Oleh karena demikian, maka yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa tujuan organisasi harus menampung pula tujuan-tujuan pribadi
dari setiap dan semua anggota organisasi sebagai keseluruhan.[7]
3.
Penerimaan
tujuan oleh para anggota organisasi.
Ada
beberapa hal diterimanya tujuan organisasi menurut Widjaja
yakni: Pertama, Mengetahui apa
yang diharapkan oleh organisasi dari
masing-masing mereka. Kedua, dapat memahami apa yang mereka harapkan dari organisasi.
Ketiga, dapat menilai apakah tujuan organisasi itu selaras dengan tujuan pribadi mereka. Keempat, jika
belum selaras, maka dapat meneruskan apakah mereka akan tingkatkan organisasi
tersebut.[8]
4.
Adanya
kesatuan arah.
Untuk
maksud tersebut, tujuan yang ingin dicapai perlu dinyatakan dengan jelas dan
eksplisit karena apapun yang kemudian terjadi dalam organisasi dan kegiatan
apapun yang diselenggarakan, harus berkaitan langsung dengan tujuan yang telah
ditentukan.[9]
Oleh karena itu, adanya kejelasan tujuan yang akan dicapai sebuah organisasi,
kemudian adanya pemahaman anggota-anggota dan kelompok dalam organisasi
tersebut, akan mengikat individu dan
kelompok-kelompok yang dimaksud, yang pada gilirannya akan mendorong adanya
kesatuan arah.
5.
Kesatuan
perintah.
Menurut
Ibnu Syamsi, bahwa setiap bawahan memang sebaiknya hanya mempunyai satu atasan yang boleh memerintah
sekaligus wajib memberikan pengarahan. Kalau yang memerintah seorang bawahan,
maka kemungkinan besar akan terjadi kebingungan, apalagi kalau perintahnya
saling bertentangan. Kenyataannya ada juga satu bawahan yang mempunyai lebih dari satu atasan. Misalnya pucuk
pimpinan yang bersifat kolegial, mempunyai seorang pesuruh. Dalam hal yang
demikian itu, kalau memberikan perintah harus diatur sedemikian rupa hingga tidak saling bertentangan.[10]
6.
Fungsionalisasi.
Bahwa
dalam setiap organisasi terdapat satuan kerja tertentu yang secara fungsional bertanggungjawab atas penyelesaian tugas-tugas tertentu pula. Penerapan prinsip
ini sangat bermanfaat untuk berbagai
kepentinagn seperti: a). mencegah timbulya tumpang tindih, b). mencegah
timbulnya duplikasi. c). mempermudah pelaksanaan kordinasi antar satuan keja karena satuan kerja yang secara bertanggung
jawab atas kegiatan tertentulah yang
berperan sebagai koordinator, memperlancar jalannnya pengawasan.[11]
7.Deliniasi berbagai tugas.
Yang
dimaksud dengan prinsip ini ialah adanya perumusan yang jelas dari uraian
tugas, bukan hanya dari satuan-satuan kerja yang terdapat dalam organisasi akan
tetapi juga uraian tugas setiap anggota organisasi. Sarana kerja apa yang
diperlukan dan kepada siapa ia mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya. Disamping
keuntungan di atas, ada manfaat lain yang dapat dipetik, yang sifatnya
psikologis. Yang dimaksud ialah bahwa para anggota organisasi diberi kesempatan
untuk menggunakan daya inovasi dan kreativitasnya dalam pelaksanaan tugas yang
sangat teknis sekalipun karena adanya kejelasan tentang apa yang diharapkan
dari padanya.[12]
7.
Keseimbangan
antara wewenang dan tanggung jawab.
Wewenang
merujuk pada hak-hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk
memberikan perintah yang harus ditaati. Organisasi memberikan kepada setiap
posisi manajerial dalam struktur organisasi suatu tempat dalam rantai komando,
dengan menganugrahi setiap manajer dengan kadar wewenang tertentu untuk
memenuhi tanggung jawabnya.[13]
8.
Pembangian
tugas.
Bila
ada kejelasan tentang siapa mengerjakan apa, maka kelompok akan lebih berhasil guna
dan berdaya-guna karena baik cara kerjanya.[14]
Pengalaman menunjukkan bahwa tugas-tugas yang
harus dikerjakan dalam dan oleh satu organisasi beranekaragam. Seperti terlihat
dimuka, berbagai kegiatan itu dapat dikategorikan kepada dua jenis utama, yaitu
kegiatan-kegiatan yang berupa tugas pokok dan kegitan-kegiatan penunjang. Kesemuanya
itu diserahkan pelaksanaannya kepada satuan-satuan kerja dalam organisasi yang
jumlah dan strukturnya disesuaikan dengan beban kerja yang harus dipikul.[15]
9.
Kesederhanaan
struktur.
Sesungguhnya
prinsip ini berkaitan erat dengan
pemilihan tipe organisasi yang dipandang paling tepat digunakan sebagai wadah
penyelenggaraan bebagai kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Yang perlu
ditekankan sekarang ialah bahwa penstrukturan berbagai kegiatan organisional
harus disesuaikan dengan berbagai hal,
seperti:
a.
Beban
tugas yang diemban.
b.
Tingkat
kematangan teknis para tenaga pelaksana.
c.
Jenis
teknologi yang digunakan.
d.
Sifat
kegiatan yang perlu dilaksakan, apakah lebih bersifat rutin dan repetitif
ataukah menuntut daya inofatif dan kreatif
yang tinggi.
e.
Kebijaksanaan
pimpinan organisasi tentang pola pengambilan keputusan, apakah sentralistik
atau desentralisrtik.
Yang jelas
struktur organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kebutuhan dan usaha koordinasi dapat berjalan dengan lancar.[16]
10. Pola dasar
organisasi yang relatif permanen.
Merupakan
kenyataan bahwa organisasi selalu menghadapi berbagai jenis perubahan, baik
karena faktor-faktor internal maupun karena factor-faktor eksternal. Berbagai
factor itu dapat berakibat pada mekarnya organisasi. Misalnya karena otomasi
atau robotisasi, berkurangnya kegiatan, pengurangan jumlah tenaga kerja,
melemahnya kegiatan ekonomi, perubahan dibidang politik dan lain-lain
sebagainya.[17]
11. Adanya pola
pendelegasian wewenang.
Untuk
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka kepada para petugas atau pejabat
yang harus dilimpahi wewenang. Sebagai konsekuwensi itu harus disertai
pertanggung jawaban yang sepadam. Wewenang yang dilimpahkan itu meliputi
wewenang untuk menjalankan tugasnya, wewenang untuk memerintah bawahannya dan
wewenang untuk menggunakan fasilitas/peralatan yang dibutuhkan. Atasan harus percaya
sepenuhnya bahwa bawahan yang dilimpahi weweanng ia mampu untuk melaksanakan tugasnya dengan
baik.[18]
12. Rentang
pengawasan.
Merupakan
hal yang sangat sukar dan bahkan tidak mungkin untuk menentukan secara
oksiomatik jumlah orang yang dapat diawasi oleh seorang manejer secara efektif
dalam melaksanakan semua jenis kegiatan disemua jenis organisasi. Yang jelas
kemampuan seorang manejer melakukan
pengawasan selalu terbatas. Akan tetapi dengan keterbatasan kemampuan itu dapat
dinyatakan bahwa rentang pengawasan bersifat elastic. Artinya, jumlah bawahan
yang dapat diawasi secara efektif oleh
seorang manajer berbeda pada satu situasi ke situasi yang lain, dan dari satu
organisasi ke organisasi yang lain.[19]
13. Jaminan
pekerjaan
Para
manajer diharapkan untuk tidak memperlakukan para bawahannya dengan
semena-mena, misalnya melakukan pemutusan kerja tanpa dasar yang sangat kuat.
Dengan perkataan lain, selama seorang melakukan tugasnya sesuai dengan berbagai
ketentuan yang berlaku dalam organisasi, ada jaminan bahwa seseorang tidak akan
kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber mata pencaharian baginya yang pada
gilirannya memungkinkan akan memuaskan bebagai kebutuhannya terutama yang
bersifat kebendaan dan social.[20]
14. Keseimbangan
antara jasa dan imbalan.
Jika
balas jasa yang diterima karyawan semakin besar, pemenuhan kebutuhan yang
dinikmatinya semakin banyak pula. Dengan
demikian maka kepuasan kerja juga semakin-baik.[21]
Menurut Siagian, bahwa sistem imbalan yang
mengandung prinsip keadilan yang dimaksud bahwa secara internal para pegawai
yang melaksanakan tugas yang sejenis mendapat imbalan yang sama pula.[22]
Berdasarkan uraian yang telah diemukakan
di atas dapat dipahami bahwa prinsip organisasi yang dimaksud adalah pola
dasar sebagai acuan, baik berfikir berbuat, bertidak dalam pelaksanaan kegiatan
secara kolektifitas, agar pegelolaan dan pencapaian tujun bisa efesien dan
efektif serta produktif.
[1]Tim Penyusun Kamus
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar bahasa Indonisia (Cet.
IV; Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.701
[2]Ibnu Syamsi, Pokok-pokok
Organisasi dan Manajemen, (Cet.III;
Jakarta: Renika Cipta, 1994), h.147
[3]
Sondang P. Siagian,Fungsi-fungsi
Manajerial, (Cet.III; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 94
[4]
Ibnu Syamsi, 3. 3op. cit, h.15
[5]A.S. Wahyudi, Manajemen Strategi, Pengantar, Proses Berpikir Strategi (Cet.
I; Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1996) h. 38
[6]Yayat Hayati Djatmiko, Perilaku Organisasi (Cet.III; Bandung:
Alfabeta, 2002), h.3
[7]Sondang P.
Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi (Cet. XIV;
Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997), h. 155
[9]
S.P. Siagian, Manajemen
Strategik (Cet.I; Jakarta: Bumi Aksara, 1985), h.230
[11]Sondang P. Siagian,Fungsi-fungsi
Manajerial, op. cit, h.99
[14]Azhar Arsyad, Pokok-pokok Manajemen,
Pengetahuan Praktis bagi Pimpinan dan eksikutif (Cet. I; Ujung pandang:
1996), h. 22
[15]Sondang P, Siagian
Fungsi-fungsi Manajerial, op. cit, h. 101
[17]Ibid, 104
[18]Ibnu Syamsi, op. cit, h. 20
[19]S.P. Siagian, op. cit, h.106
[20]Ibid, 107
[22]S.P.Siagian, Manajemen Sumber daya manusia, (Cet.
IX; Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h.255
0 komentar:
Posting Komentar