Loading...
Senin, 09 April 2012

Pengertian Organisasi dan Manajemen Dakwah

1.       Pengertian Organisasi.
Istilah organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa yunani berarti alat. Adapun  pendapat para ahli yakni, Jamaes D. Monney, bahwa orgnisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Paul preston dan Thomas Zimmemer mengemukakan bahwa organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang tersusun dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.[1]
Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal tercermin pada hubungan kelompok orang yang disebut pimpinan dan sekelompok orang disebut bawahan.[2]
Menurut  Sutarto bahwa  organisasi adalah sistem yang saling berpengaruh antara orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk tujuan-tujuan tertentu.[3] Demikian  halnya Hadari  Nawawi bahwa organisasi adalah sistem kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bearsama.[4]
Sementara S.P. Siagian memandang bahwa organisasi dapat ditinjau dari dua sudut yaitu oraganisasi sebagai wadah dan organisasi sebagai proses.[5]
Organisasi sebagai wadah adalah tempat dimana kegiatan-kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan dan sifatnya adalah telatif statis.[6] Dalam arti statis, organisasi sebagai wadah kerja sama sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.[7]
Sebagai proses oleh karena selalu bargerak menuju tercapainya tujuan organisasi, sebagai proses dinamis karena harus mangadakan pembagian tugas kepada anggotanya juga harus membagikan tanggungjawab, wewenang dan mengadakan hubungan, baik ke dalam maupun keluar dalam rangka mencari keberhasilan organisasi.[8]  Atau dinamis karena organisasi seabagi suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.[9]
Dari berbagai pandangan sebagaimana disimpulkan oleh Sutarto bahwa sesungguhnya tidak berbeda di mana organisasi sebagai kumpulan orang tidak lain organisasi sebagai wadah, organisasi sebagai wadah berarti: 
1.       Organisasi merupakan penggambaran jaringan hubungan kerja dan pekerjaan yang sifatnya formal atas dasar kedudukan atau jabatan yang diperuntukkan setiap organisasi.
2.       Organisasi merupakan susunan hirarki yang secara jelas menggambarkan garis wewenang dan tanggung jawab.
3.       Organisasi merupakan alat yang berstruktur permanent yang fleksibel  (dimungkinkan dilakukan perubahan), sehingga apa yang terjadi dan akan terjadi dalam organisasi relatif tetap sifatnya dan karenanya dapat diperkirakan. Sedangkan organisasi sebagai proses pembagian kerja dan sistem kerja sama, sistem hubungan atau sistem sosial, tidak lain adalah organisasi sebagai proses yang lebih bermakna sebagai aktivitas pengorganisasian (organizing).[10]
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa organisasi adalah hubungan kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam organisasi terdapat sejumlah orang, adanya tujuan bersama, interaksi setiap orang dalam organisasi mempunyai tujuan pribadi dan interaksi itu selalu  diarahkan untuk tujuan bersama.
2.       Pengertian Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu management yang berarti tata laksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan. Kata management dari kata kerja to manage yang sinonimnya antara lain to hand berarti mengurus, to control berarti memeriksa, to guide berarti memimpin. Jadi apabila dilihat dari asal katanya manajemen berarti penguasa, pengendalian, memimpin dan membimbing.[11]
Para ahli manajemen sepakat bahwa pengertian manajemen berpangkal dari istilah bahasa latin Manag “managerial” terdiri dari dua penggalan kata yakni “manus” yang berarti tangan dan “agree” yang berarti melakukan atau melaksanakan.[12]                                 
Dari segi istilah, banyak rumusan yang telah dikemukakan oleh para ahli di bidang ilmu manajemen. Rumusannya berbeda-beda, hal ini didasarkan pada sudut pandang dan latar belakang pengetahuan yang berbeda, walaupun pada hakekatnya pengertiannya adalah sama.
Menurut Simamora, bahwa manajemen adalah proses pendayagunaan bahan baku dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.[13]Buchari Zainun, bahwa manajemen dalam konsep populernya berarti suatu upaya atau proses upaya seorang pimpinan dengan satu kewenangan tertentu untuk mewujudkan sesuatu tujuan tertentu dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan yang sudah dikuasai pimpinan itu, terutama sumber daya manusia yang berada di bawah kekuasaannya.[14]Demikian halnya Hasibuan, bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[15]
Pernyataan lain dikemukakan oleh Wahjosumidjo, bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[16] Susilo Martoyo, bahwa pada hakekatnya manajemen adalah suatu kerja sama orang-orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah disepakati bersama dengan sistematis, efisien, dan efektif.[17]
Menurut Manullang, bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yakni: Pertama, manajemen sebagai suatu proses. Kedua, manajemen sebagai suatu kolektivitas. Dan ketiga, manajemen sebagai suatu seni dan sebagai suatu ilmu.[18] Manajemen sebagai proses, G.R.Terry memandang bahwa kegiatan atau fungsi-fungsi dasar dari manajemen membentuk suatu proses yang disebut proses manajemen yang bersifat operasional.[19] Sedangkan manajemen sebagai suatu kolektivitas, menurut S.P. Siagian  bahwa kelompok manajerial dan kelompok pelaksana, mempunyai bidang tanggung jawab masing-masing secara konseptual dan teoritikal dapat dipisahkan, akan tetapi secara operasional menyatu dalam berbagai tindakan nyata dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.[20] Sebagai suatu seni dan sebagai suatu ilmu menurut  G.R. Terry, bahwa seni manajemen menuntut suatu kreativitas yang didasarkan pada kondisi pemahaman ilmu manajemen. Dengan demikian, ilmu dan seni manajemen saling mengisi, jika salah satu meningkat, maka yang lain harus meningkat pula, diperlukan suatu keseimbangan diantara kedua aspek tersebut.[21]
Setelah mengemukakan berbagai definisi tentang manajemen, maka dikemukakan komponen-komponen yang menjadi landasan ilmu manajemen itu sendiri.  Secara garis besar terdapat tujuh komponen dasar yang melandasi ilmu manajemen yakni:
1)       Manajemen memiliki tujuan yang ingin dicapai.
2)       Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni.
3)       Manajemen merupakan proses yang sistimatik, terkoordinasi, komperatif dan integrasi dalam pemanfaatan ilmu-ilmu manajemen.
4)       Manajemen dapat diterapkan jika ada dua orang atau lebih dalam melakukan kerja sama pada suatu organisasi.
5)       Manajemen harus didasarkan pada pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab.
6)       Manajemen terdiri dari beberapa fungsi planning, organizing, staffing directing, Controlling, dan
7)       Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan.[22]
Sunindia dan Ninik Widianti, bahwa seorang yang bekerja dalam arti modern sudah harus mulai dengan merumuskan terlebih dahulu secara obyektif tujuan kerja yang hendak dicapai, melakukan planning yakni memperkirakan dan menentukan jalan yang akan dilintasi, memperhitungkan serta menentukan secara kualitatif dan kuantitatif uang, sarana, bahan, teknologi, ruang, tenaga penggerak dan waktu.[23]
Dengan demikian,  menurut Admosudirdjo  bahwa orang yang tidak bisa bekerja (dalam arti modern) juga tidak akan bisa manajemen.[24]
Berdasarkan beberapa pengertian tentang manajemen yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa  manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengefisienkan dan mengefektifkan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan.
3.       Pengertian Dakwah
 Dakwah secara etimologi berasal dari bahasa arab dari kata: Da’a-Yad’u-Da’watan yang berarti memanggil, menyeru, mengajak  menjamu.[25]
Dakwah secara etimologi tersebut dapat ditemukan dalam Q.S Ali Imran (3) : 
104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[26]; merekalah orang-orang yang beruntung             
 H.S.M. Nasaruddin Latif mendefinisikan dakwah sebagai: setiap usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah swt, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari;at akhlak Islamiya.[27]
H.M Arifin, mengemukakan bahwa, dakwah ialah suatu kegiatan ajakan , baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap. Penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama sebagai massage yang disampaikan kepadanya tanpa unsur-unsur paksaan.[28]
 H.H. Qurais h Shihab, menyatakan bahwa, dakwah adalah seruanatau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.[29]
Menurut Asmuni Syukur, bahwa istilah dakwah dapat diartikan dari dua segi atau dua sudut pandang, yakni istilah dakwah yang persifat pembinaan dan istilah dakwah yang bersifat pembangunan. Pembinaan artinya suatu kegiatan untuk mempertahankan dan menyempurnakan sesuatu hal yang telah adfa sebeluimnya. Sedangkan pengembangan berarti suatu kegiatan yang mengarah kepada pembaharuan atau mengadakan sesuatu hal yang belum  ada.[30]
Asep Muhiddin mengemukakan beberapa macam rumusan oleh para ahli dengan penekanannya masing-masing, sehingga akan lebih muda memberikan pehaman, diantaranya sebagai beriku:

1.       Definisi dakwah yang menekankan proses pemberian motivasi untuk melakukan pesan dakwah (ajaran Islam). Tokoh penggagasnya adalah Syeh Ali Mahfudz. Mengungkapkan bahwa dakwah dalah “menodorong manusia pada kebaikan dan petunjuk, memerintahkan perbuatan yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang  merusak individu dan orang banyak agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.”
2.       Definisi dakwah (ajaran Islam) dengan mempertimbangkan penggunaan metode, media, dan pesan yang sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u (khalayak dakwah). Penggagasnya adalah Ahmad Ghalwusy. Dia mengemukakan, dakwah dapat didefenisikan sebagai berikut: “menyempaikan pesan Islam kepada manusia di setiap waktu dan tempat dengan berbagai kondisi para penerima pesan dakwah (khalayak dakwah.
3.       Definisi dakwah yang menekankan pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya manusia (khalayak dakwah) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran Islam (pesan dakwah), menegakkan norma sosial budaya (ma’ruf), dan membebaskan kehidupan manusia dari berbagai penyakit sosial (munkar). Definisi ini antara lain diungkapkan oleh Sayyid Mutawakkil yang dikemukakan Ali Ibn Shalih Al-Mursyid sebagai berikut: “mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukkannya ke jalan yang benar dengan menegakkan norma sosial budaya dan menghindarkannya dari penyakit sosial.
4.       Definisi dakwah yang menekankan sistem dalam menjelaskan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, menganalisis tantangan problema kebatilan dengan berbagai pendekatan, metode, dan media agar mad’u (sasaran dakwah) mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Defenisi macam ini dikemukakan oleh Al-Mursyid sebagai berikut “sistem dalam menegakkan penjelasan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, memerintahkan perbuatan ma’ruf mengungkapkan media-media kebatilan dan metode-metodenya dengan macam-macam pendekatan dan metode serta media dakwah”.
5.       Definisi dakwah yang menekankan urgensi pengalaman aspek pesan dakwah (ajaran Islam) sebagai tatanan hidup manusia sebagai hamba Allah dan khalifa-Nya di muka bumi. Definisi dakwah seperti ini dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Menurutnya dakwah adalah penyampaian pesan Islam berupa:

a.        Mengimani Allah;
b.       Mengimani segala ajaran yang dibawa oleh semua utusan Allah, dengan membenarkannya dan menaati segala yang diperintahkan;
c.        Menegakkan pengikraran syahdatain;
d.       Menegakkan shalat;
e.        Mengeluarkan zakat;
f.        Melaksanakan shaum bulan ramadhan;
g.       Menunaikan ibadah haji;
h.       Mengimani malaikat, kitab-kitab Allah, para rasul Allah, kebangkitan setelah wafat, kepastian baik-buruk yang datang dari Allah;
i.         Menyerukan agar hamba Allah hanya beribadah kepada-Nya seakan-akan melihat-Nya.

6.       Definisi dakwah yang menekankan pada profesionalisme dakwah. Dalam pengertian, dakwah dipandang sebagai kegiatan yang memrlukan keahlian, sedangkan keahlian memerlukan penguasaan pengetahuan. Dengan demikian da’i-nya adalah ulama dan sarjana yang memiliki kualitas dan persyaratan akademik dan empirik dalam melaksanakan kewajiban dakwah. Definisi ini diajukan oleh zakaria sebagai berikut: “Aktifitas para ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan agama Islam dalam memberi pengajaran kepada orang banyak (khalayak dakwah) hal-hal yang berkenaan dengan urusan-urusan agama dan kehidupannya, sesuai dengan realitas dan kemampuannya.[31]

Berbagai defenisi tentang dakwah sebagaimana yang telah dikemukakan, kelihatannya beraneka ragam (ada kesamaan dan perbedaan) meskipun demikian,  apabila dibandingkan satu sama lain,  maka dapat dipahami  sebagai berikut:
1.       Sesungguhya dakwah adalah proses dan aktivitas yang terselenggara atas kesadaran, kesengajaan dan terencana.
2.       Aktivitas tersebut dilaksanakan untuk mengajak manusia ke jalan Allah swt, memperbaiki situasi ke arah yang lebih baik (sifatnya pembinaan dan pengembangan)
3.       Proses usaha/kegiatan tersebut  dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang mendapat ridha dari Allah swt.

 Apa yang menjadi tujuan dakwah, hanya akan terwujud apabila seluruh peruses kegiatan terselenggara secara terencana teratur. Dengan demikian,  Munir dan Wahyu Ilahi,  bahwa inti dari manajemen dakwah adalah sebuah pengaturan secara sistematis dan kordinatif dalam kegiatan suatu aktivitas yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah.[32]
Setelah mengemukakan gambaran tentang organisasi, manajemen dan dakwah, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa antara organisasi, manajemen dan dakwah itu sendiri. masing masing merupakan suatu proses kegiatan bersama dan terencana, serta mempunyai cita-cita dan tujuan.
Organisasi adalah hubungan kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan, dan interaksinya diarahkan untuk tujuan bersama. Manajemen dalam pelaksanaan berbagai kegiatan mengarahkan pada pola kerja yang terpadu, efektif dan efesien dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara dakwah adalah suatu proses yang dilaksanakan dengan sadar dan terencana untuk membangun situasi kearah yang lebih baik, untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhai oleh Allah Swt. Untuk maksud tersebut, kegiatan dakwah harus diarahkan pada pola dan proses kerja sama terpadu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manajemen dakwah adalah pelaksanaan dakwah yang diatur  secara sistematis, dengan arah pola kerja sama  secara terpadu untuk mencapai tujuan dakwah.


[1]Yayat Hayati Djatmiko, Perilaku Organisasi (Cet.III; Bandung: Alfabeta, 2002), h.3      
[2]Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial, (Cet.III; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 82                   
[3]Sutarto, Dasar-dasar Organisasi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1985), h. 36
[4]Hafari Nawawi, Administrasi Pendidikan (Cet. III; Jakarta: PT. Gunung Agung, 1984), h. 27
[5]Sondang P. Siagian, Peranan Staf dalam Manajemen (Cet. VI; Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982), h. 10
[6]A. W. Wijaya, Kelembagaan dan Organisasi (Cet. I; Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988), h. 33
[7]Ibnu Syamsi, Pkok-pokok Organisasi  dan Manajemen (Cet.III; Jakarta: Renika Ccipta, 1994), h.13)
[8]Dydet Hardjono, Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian (Ed.I, Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001) h.6
[9]Ibnu Syamsi, op. cit h. 13
[10]Ulbert Silalahi, Studi Tentang Ilmu Administrasi, Konsep, Teori dan Dimensi (Cet. IV; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), h. 123
[11]Echols, Jhon M dan Hassan Shadily. 1993.  Kamus Inggris Indonesia. (Cet.xix; Jakarta: Gramedia, 1993),  h.56
[12]Jawahir Tantowi,. Unsur-Unsur Manajemen Menurut Al-Qur’an. (Cet.1; Jakarta: Pustaka Al Hasan, 1983) h. 9            
[13]Hendri Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-2. Yogyakarta: STIE YPKN, 1993 h,3
[14]Buchari Zainun,  Administrasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintah Negara Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.2004 h.11
[15]Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara, 2002 h,2
[16] Wahjosumidjo.  Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahaannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001 h 69
[17]Martoyo, Susilo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke-4 Yogyakarta. BPFE. 2000 h 7
[18]Manullang, M.  Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Gadjah Mada University Press.2005, h. 3
[19]George. R. Terry, Guide to Management, diterjemahkan oleh  J. Smith D.E.M. dengan judul Prinsip-Prinsip Manajemen (Cet V, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), h.12
[20]Sondang P.Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2001, h.2
[21] G.R. Terry, op, cit h. 10
[22]Hasibuan, op.cit, h.3
[23]Sunindhia, Y.W. dan Ninik Widiyanti.. Penerapan Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Pembangunan. Jakarta: Bina Aksara.1998, h.7
[24]Admosudirdjo, S Prajudi. 1982. Administrasi dan Manejemen Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1982, h.124
[25]Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, 1997),  h. 127
[26]Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
[27] HSM. Nasaruddin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah (Jakarta: Firma Dara, tt), h. 11
[28] H.M Arifin, Psikolog Dakwa, Cet. II; Jakarta:  Bumi Aksara, 1993), h. 6.

[29]H.M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Cet.IX;Bandung: Mizan, 1995), h.194
[30] Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: AlIhlas, 1983) h.20.
[31]Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Quur’an (Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.33-34
[32]M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Cet.II; Jakarta:  Kencana, 2009), h. 36-37.  

1 komentar:

 
Toggle Footer
TOP